DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah ramai dikritik oleh publik usai keputusannya untuk merahasiakan data capres dan cawapres.
Keptusannya untuk merehasiakan data capres dan cawapres membuat munculnya kontra di masyarakat mengingat karena dinilai mengurangi transparansi proses Pemilu yang seharusnya bisa diakses oleh publik.
Pada 21 Agustus 2025 KPU menerbitkan peraturan, keputusan KPU nomor 731 tahun di mana peraturan tersebut menegaskan terdapat 16 dokumen persyaratan untuk capres dan cawapres yang sudah tidak bisa diakses lagi oleh masyarakat.
BACA JUGA:Istana Berikan Alasan Video Prabowo Ditayangkan di Bioskop
Dalam keputusan tersebut dikatakan alasan mengenai tidak bisa diaksesnya lagi untuk melindungi privasi dari calon presiden dan calon wakil presiden.
Beberapa dokumen yang dirahasiakan KPU terdapat, daftar riwayat hidup, SKCK, surat kesehatan, laporan megenai kekayaan, surat jika sedang tidak dalam keadaan terlilit utang, surat pernyataan jika tidak sedang menjabat sebagai anggota DPR, DPD, dan DRD.
Lalu fotokopi NPWP, rekam jejak, surat pernyataan sudah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali dalam jabatan yang sama, surat pernyataan setia kepada UUD 1945, dasar negara, dan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945.
Surat tidak terlibatnya oleh organisasi G30S/PKI, surat bermaterai kesediaan diusulkan sebagai bakal calon presiden dan wakil presiden, surat pengunduran diri dari TNI, Polri, dan PNS, surat penguduran diri dari karyawan BUMN.
Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah.
BACA JUGA:BPBD Bali Catat Titik Banjir di Denpasar dan Badung Usai Hujan Deras Pagi Hari ini
Hal ini akhirnya memicu perdebatan di media sosial, Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun juga ikut bersuara, dia mengungkapkan bahwa seharusnya dokumen penting untuk calon presiden dan calon wakil presiden wajib diumumkan di publik sebagaimana peraturan yang telah diatur pada Pasal 17 dan 18 UU KIP.
Dengan adanya peraturan ini seakan-akan membuat benteng untuk masyarakat, agar mereka tidak mengetahui mengenai calonnya nanti.
KPU berargumen mengenai isu ini, seperti yang dituliskan di awal mereka ingin melindungi informasi pribadi capres maupun cawapres, dan hal itu tidak cukup untuk meredam kritik dari publik.
Banyak masyarakat yang beropini, jika ingin menjadi presiden seharusnya transparansi pemilu lebih diutamakan dibandingkan dengan alasan melindungi data pribadi, terutama untuk dokumen akademik dan rekam jejak dari capres dan cawapres.
Selain itu sebelumnya juga publik memberikan kritik pedas perihal keputusan MK yang menolak capres minimal sarjana dan dengan munculnya berita mengenai kerahasiaan persyaratan capres dan cawapres membuat publik semakin marah.