DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Ekspansi perkebunan kelapa sawit secara masif di sebuah negara sering kali dianggap sebagai peluang ekonomi jangka panjang. Namun sejumlah pakar lingkungan menilai bahwa perluasan lahan sawit secara berlebihan justru dapat memicu berbagai masalah.
Kerusakan yang ditimbulkan juga beragam, mulai dari kerusakan ekosistem hingga menimbulkan kerentanan ekonomi nasional. Beberapa negara produsen sawit telah merasakan dampak dari ekspansi perkebunan kelapa sawit, termasuk Indonesia.
Secara ekologis, tingginya dominasi sawit dalam bentang alam dapat mengakibatkan hilangnya hutan alami dalam jumlah yang sangat besar. Ketika hutan diubah menjadi perkebunan monokultur, maka keanekaragaman hayati akan menurun drastis.
BACA JUGA:Polisi Berhasil Temukan Pelaku Kasus Pencurian Dompet Milik Jeon Hye Bin di Bali
Satwa endemik juga akan mulai kehilangan habitatnya, vegetasi asli akan menghilang, dan siklus ekologis dapat terganggu. Kondisi ini diperburuk oleh struktur perkebunan sawit yang sulit untuk menggantikan fungis ekologis hutan, terutama dalam hal penyerapan air, penahan banjir, dan penyimpanan karbon.
Jika ekspansi sawit meluas hingga melewati batas ideal, maka risiko banjir akan meningkat. Tanaman sawit tidak memiliki sistem akar dan kanopi yang mampu mengatur tata air bagaimana hutan alami.
Tanah di bawah perkebunan cenderung padat sehingga kemampuan infiltrasi air rendah. Pada skala nasional, kondisi ini dapat memperbesar potensi banjir di berbagai wilayah, terutama ketika curah hujan sedang tinggi-tingginya. Selain itu sawit menyerap air dalam jumlah besar sehingga bisa menimbulkan kekeringan di musim kemarau di beberapa daerah.
Dari sisi ekonomi, ketergantungan negara pada satu komoditas membuat struktur ekonomi menjadi rentan. Ketika harga sawit jatuh di pasar global, maka pendapatan negara dan kesejahteraan petani dapat berdampak langsung.
Situasi seperti ini tidak jarang memicu gejolak sosial, terutama jika mayoritas wilayah menjadikan sawit sebagai mata pencaharian utama. Ketergantungan yang berlebihan juga membuat negara menjadi lalai dalam mengembangkan komoditas lain yang sebenarnya juga penting bagi ketahanan pangan.
Perkebunan sawit dalam jumlah besar turut memicu konflik lahan. Beberapa wilayah yang semula digunakan untuk pertanian pangan berubah menjadi perkebunan sawit, sehingga produksi pangan nasional menurun.
Tidak sedikit masyarakat yang kemudian kehilangan lahan garapan, memunculkan sengketa antara perusahaan dan warga. Ketika situasi ini terjadi di banyak titik, dampaknya dapat menganggu stabilitas sosial dan ketahanan pangan negara.