Bali Terasa Sepi Jelang Nataru 2025, Padahal Kunjungan Wisatawan Meningkat
Penyebab munculnya tanggapan mengenai Bali yang sepi wisatawan--unsplash
DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026, kondisi pariwisata Bali menjadi pebincangan setelah sejumlah pelaku usaha khususnya sektor perhotelan dan restoran mengeluhkan situasi yang dianggap lebih sepi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Persepsi tersebut ramai di media sosial dan juga di tengah munculnya data resmi yang justru mencatat adanya peningkatan kunjungan wisatawan ke Bali di sepanjang akhir tahun 2025, sehingga memunculkan paradoks antara angka statistik dan realitas yang dirasakan langsung di lapangan.
Selain itu juga arus kedatangan wisatawan melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai dilaporkan mengalami peningkatan, tetapi tidak sejalan untuk hunian hotel dan aktivitas wisatawan yang dianggap tidak mengalami lonjakan yang signifikan seperti sedia kala.
BACA JUGA:Diisukan Tidak Lagi Ramai Saat Natal dan Tahun Baru, Gubernur Koster Bantah Isu Bali Sepi Wisatawan
Bali kembali menghadapi pardoks peristiwa menjelang libur Natal dan Tahun Baru (nataru) 2025/2026. Di satu sisi, data kunjungan wisatawan menunjukkan tren yang positif, tetapi di sisi lain sejumlah pelaku usaha pariwisata mengeluhkan rendahnya tingkat hunian hotel dan minimnya perputaran ekonomi di lapangan.
Kondisi ini memunculkan anggapan bahwa Bali sedang mengalami masa sepi, meskipun secara angka kunjungan tidak sepenuhnya mengalami penurunan. Pemerintah Provinsi Bali menyampaikan bahwa jumlah wisatawan khususnya untuk wisatawan mancanegara masih menunjukkan peningkatan pada akhir tahun 2025 dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya.
Arus kedatangan melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai tetap tinggi menjelang libur panjang, seiring dengan tambahan penerbangan dan peningkatan mobilitas wisata akhir tahun. Namun peningkatan tersebut tidak serta merta dirasakan secara merata oleh seluruh pelaku usaha industri pariwisata.
Salah satu faktor utama yang menjelaskan kondisi ini adalah adanya ketimpangan distribusi wisatawan. Wisatawan cenderung terkonsentrasi di kawasan tertentu seperti Canggu, Uluwatu, dan sebagian di kawasan Ubud, sementara di kawasan lain yang sebelumnya menjadi pusat keramaian justru mengalami penurunan okupansi.
Hal itu mengakibatkan banyak hotel dan pariwisata di luar zona populer merasakan dampak sepi meski jumlah wisatawan secara keseluruhan mengalami adanya peningkatan.
BACA JUGA:BTN Sediakan Uang Tunai RP19,67 Triliun Jelang Natal dan Tahun Baru
Selain itu, pertambahan akomodasi yang sangat pesat juga turut memengaruhi persepsi sepi. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah hotel, vila, dan penginapan alternatif di Bali bertambah secara signifikan. Kenaikan suplai kamar ini tidak sepenuhnya diimbangi dengan pertumbuhan jumlah wisatawan, sehingga tingkat hunian menjadi lebih menurun.
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah adanya perubahan pola belanja wisatawan. Banyak wisatawan, khususnya wisatawan asing yang tinggal lebih lama, menerapkan pola liburan hemat membuat mereka memilih akomodasi jangka panjang dan membatasi aktivitas yang berbayar.
Dari sisi wisatawan domestik, tingginya biaya perjalanan turut menjadi pertimbangan. Harga tiket pesawat dan akomodasi yang relatif mahal menjelang akhir tahun membuat sebagian wisatawan memilih untuk menunda atau mempersingkat liburan mereka di Bali.
Sumber: