DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Elon Musk kembali memicu perdebatan besar setelah melontarkan seruan agar Uni Eropa dibubarkan, menyusul keputusan Komisi Eropa menjatuhkan denda sebesar 120 juta euro (sekitar Rp 2,3 triliun) kepada platform media sosial X.
Sanksi itu dijatuhkan terkait fitur centang biru yang dinilai menyesatkan serta kurangnya transparansi dalam repositori iklan platform tersebut.
Putusan denda ini merupakan hasil penyelidikan selama dua tahun yang dilakukan berdasarkan Digital Services Act (DSA), aturan komprehensif yang mulai berlaku sejak 2022 untuk memperketat pengawasan terhadap platform digital.
BACA JUGA:Cloudflare Error Massal, X hingga ChatGPT Tak Bisa Diakses Selama Beberapa Jam
Setelah Komisi Eropa mengumumkan hasil investigasi itu lewat akun resminya di X, Musk menanggapi dengan komentar singkat namun keras: "Omong kosong."
Tak berhenti di situ, Musk kemudian mengunggah pernyataan yang lebih frontal, menyebut bahwa Uni Eropa seharusnya dibubarkan dan setiap negara anggota diberi kembali kendali penuh atas kedaulatan mereka.
Ia menilai langkah tersebut akan membuat pemerintah dapat "lebih mewakili rakyatnya".
Sementara itu, kritik terhadap keputusan UE juga datang dari pejabat tinggi Amerika Serikat.
Menlu AS Marco Rubio menilai sanksi tersebut tidak hanya menyasar X, tetapi merupakan serangan terhadap perusahaan teknologi AS secara keseluruhan.
BACA JUGA:Dirut BTN Raih Penghargaan Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability
Nada serupa disampaikan Andrew Puzder, Duta Besar AS untuk Uni Eropa, yang menyebut denda itu sebagai bukti regulasi UE yang berlebihan dan dianggap merugikan inovasi teknologi dari Amerika.
Ia menegaskan bahwa pemerintahan Trump bersikap tegas menolak regulasi yang dinilai membebani perusahaan-perusahaan AS di luar negeri.
Pekan sebelumnya, Komisi Eropa merinci sejumlah pelanggaran yang ditemukan dalam penyelidikan, mulai dari penggunaan centang biru yang dinilai menipu, lemahnya transparansi iklan, hingga kegagalan X menyediakan akses data publik bagi peneliti.
Henna Virkkunen, Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa, mengatakan bahwa tindakan tegas perlu diambil karena perusahaan dianggap telah mengabaikan hak pengguna dan menghindari akuntabilitas.
Dalam keputusan yang sama, X diberi tenggat waktu 60 hari untuk menyampaikan rencana perbaikan terkait fitur centang biru, serta 90 hari untuk memperbaiki sistem periklanan dan akses data peneliti.