DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait pembatasan impor bahan bakar minyak non-subsidi, membuat Shell yang merupakan salah satu SPBU swasta di Indonesia kehabisan stok BBM.
Hal itu menunjukkan dampak yang signifikan terhadap operasional stasiun pengisian bahan bakar umum swasta seperti Shell dan BP-AKR.
Regulasi yang diberikan membuat sejumlah SPBU swasta mengalami kelangkaan stok untuk varian BBM non-subsidi, seperti Shell Super dan Shell V-Power, sehingga para konsumen kesulitan untuk mendapatkan pilihan bahan bakar selain dari Pertamina.
BACA JUGA:Pertamina Gelar AJP 2025 di Surabaya, Dorong Kreativitas Jurnalis Jatimbalinus
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti kebijakan tersebut karena dinilai berpotensi memperkuat dominasi Pertamina.
KPPU menilai apabila SPBU swasta diarahkan untuk mengambil pasokan BBM non-subsidi dari pertamina, maka persaingan yang terjadi tidak akan sehat. Kondisi tersebut juga dikhawatirkan akan menimbulkan praktik market foreclosure dan diskriminasi harga pada SPBU swasta.
Shell Indonesia mengungkapkan bahwa gangguan distribusi dan proses logistik membuat pasokan tersendat.
Diketahui karena setelah BBM sampai di terminal, mereka perlu melakukan tahap tes pengujian kualitas dan distribusi ke SPBU yang bisa memakan waktu hingga 20 hari, dan kebijakan yang terjadi hanya memperburuk karena meningkatnya permintaan BBM non-subsidi.
Hal itu terjadi karena saat menggunakan BBM subsidi, pembelian akan dibatasi seperti adanya penggunaan aplikasi dan registrasi melali QR Code, ditambah dengan kasus korupsi yang sempat terjadi pada Pertamina membuat kebanyakan masyarakat sudah kehilangan kepercayaan dan beralih ke BBM non-subsidi, seperti Shell.
BACA JUGA:Info Jadwal dan Lokasi SIM Keliling Provinsi Bali 19 September 2025, Jangan Sampai Tertinggal!
Meski mendapatkan banyak keluhan dari masyarakat dan kritik dari KPPU, pemerintah tetap bertahan dengan kebijakan yang sudah ditetapkan. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kuota impor BBM untuk badan usaha swasta telah dinaikkan dibandingkan dengan tahun lalu sehingga cukup untuk menjaga ketersediaan stok.
Namun pemerintah menolak untuk membuka tambahan kuota impor BBM di luar batas yang telah ditentukan, dan solusi yang diberikan oleh pemerintah, yaitu agar Pertamina menjadi importir sekaligus pemasok untuk SPBU swasta melalui mekanisme satu pintu.
Solusi yang diberikan pun tidak menjadi peredam kekhawatiran masyarakat, tetapi di satu sisi pemerintah ingin tetap menjaga stabilitas perdagangan dengan mengendalikan impor tapi di sisi lain hal ini tidak menguntungkan masyarakat.
Hal ini justru bisa membatasi ruang gerak SPBU swasta dan berpotensi menekan keberlanjutan persaingan di sektor hilir migas.
Konsumen pun juga menjadi pihak yang dirugikan karena kehilangan variasi dalam produk BBM serta masyarakat yang harus menghadapi risiko harga yang kurang kompetitif. Ditambah masyarakat yang sudah kehilangan kepercayaan dengan Pertamina akibat kasus korupsi yang pernah terjadi waktu itu.