DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali mencuat di Bali setelah Kepolisan Daerah Bali menetapkan enam tersangka dalam dugaan eksploitasi terhadap 21 anak buah kapal (ABK) di Pelabuhan Benoa.
Kasus perdagangan orang ini menjadi sorotan publik karena salah satu pelakunya merupakan oknum anggota polisi yang diduga turut membantu proses perekrutan ilegal calon ABK.
Dengan terungkapnya kasus ini, aparat penegak hukum menegaskan komitmen mereka untuk menindak tegas segala bentuk praktik eksploitasi tenaga kerja termasuk jika pelakunya melibatkan keanggotaan polisi itu sendiri.
BACA JUGA:Rute Seaplane Bali-Banyuwangi Siap Terbang 2026, Buka Akses Wisata Lebih Cepat
Kepolisian Daerah Bali menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan 21 calon anak buah kapal (ABK) di Pelabuhan Benoa, Denpasar dan enam orang tersangka tersebut salah satunya adalah seorang anggota kepolisian.
Pihak kepolisian melalui Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy mengatakan para tersangka memiliki peran yang berbeda-beda. Enam tersangka tersebut berinisial IPS, TS alias MI, R, MAS, JS, dan I.
Dan IPS adalah tersangka dn juga menjadi anggota polisi yang bertugas di Direktorat di Polda Bali dan dia bertugas untuk mencari korban, merekrut dan berkoordinasi dengan agen-agen perekrut.
Kasus ini terungkap setelah penyidik menerima laporan mengenai adanya puluhan calon ABK yang dijanjikan untuk bekerja di kapal penangkap cumi dengan gaji yang besar, sekitar Rp 3 juta hingga Rp 3,5 juta per bulan.
Namun kenyataannya para korban hanya menerima sekitar Rp 35 ribu per hari dan dipaksa bekerja secara tidak manusiawi. Selain itu para korban juga ditempatkan di lokasi penampungan dengan fasilitas yang tidak layak sebelum diberangkatkan ke kapal.
BACA JUGA:Prabowo Subianto Tetapkan Bahasa Portugis Jadi Mata Pelajaran Prioritas di Sekolah Indonesia
Dalam penyelidikan, polisi menemukan bukti bahwa para tersangka berperan dalam merekrut korban, mengurus keberangkatan, hingga menyalurkan korban ke kapal tanpa adanya izin yang resmi.
Barang bukti di antaranya terdapat 31 lembar perjanjian kerja, dokumen keagenan kapal, identitas ABK, buku rekening, catatan kasbon, serta beberapa ponsel yang digunakan untuk komunikasi antar-tersangka.
Atas perbuatannya para tersangka terjerat dengan berbagai pasal sesuai dengan perannya, di antaranya Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 10 Undang-undang nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 55 KUHP.
Khusus IPS dan satu tersangka lainnya, penyidik menambahkan Pasal 8 Ayat (1) dan Pasal 15 karena diduga kuat memiliki peran penting dalam jaringan. Sejauh ini para penyidik masih mendalami apakah ada keterlibatan lain dalam pihak kepolisian yang juga bertanggung jawab atas kasus TPPO ini.
Sementara itu para korban telah dievakuasi dan kini sudah berada di bawah Perlindungan Dinas Sosial serta lembaga pendamping. Polisi juga bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memastikan bahwa para korban mendapatkan hak pemulihan dan perlindungan hukum.