Nusron Wahid Ingatkan Bali, Alih Fungsi Sawah Kini Masuk Zona Bahaya

Rabu 26-11-2025,19:14 WIB
Reporter : Nindya Previaputri
Editor : Nindya Previaputri

DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Peringatan keras datang dari Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid mengenai alih fungsi sawah di Bali yang terlihat semakin masuk ke dalam zona bahaya. Nusron Wahid mengingatkan bahwa kondisi penyusutan lahan pertanian di Pulau Dewata sudah berada pada tahap yang dianggap berbahaya dan mengancam struktur tata ruang daerah.

Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan sektor pariwisata, ekspansi pemukiman, serta adanya pergeseran fungsi secara masif telah meneyebabkan banyaknya sawah produktif beralih peran tanpa mempertimbangkan keberlanjutan LP2B Bali.

Melihat hal itu, Nusron Wahid selaku Menteri ATR/BPN menegaskan bahwa pemerintah tidak lagi dapat berdiam diri dan harus mengambil langkah tegas untuk menghentikan laju dari alih fungsi lahan di Bali yang berpotensi dapat mengguncang ketahanan pangan untuk jangka waktu yang panjang.

BACA JUGA:Fakultas Hukum UNMAL Gandeng KADIN Lampung Perkuat Pembelajaran Hukum Bisnis dan Kewirausahaan

Sejumlah provinsi, termasuk Bali kini berada di tengah tekanan besar terkait perubahan fungsi lahan yang dianggap sebagai peristiwa yang berpotensi membawa konsekuensi serius bagi ketahanan pangan dan berkelanjutan lingkungan.

Dalam pernyataan Nusron Wahid menegaskan bahwa alih fungsi sawah di Bali telah mencapai titik berbahaya. Menurut data resmi, bagian dari sawah di Bali yag seharusnya dilindungi sebagai bagian dari kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) saat ini hanya mencakup sekitar 62% dari total lahan baku sawah (LBS).

Angka tersebut jauh berada di bawah target nasional 87% sebagaimana yang sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025. Maka dari itu Nusron mengumumkan moratorium yang berarti tidak ada lagi alih fungsi lahan pertanian aktif, terutama pada sawah yang tergolong LP2B.

Lebih lanjut Nusron berencana untuk memanggil pihak provinsi dan kabupaten/kota di Bali, meminta pengembalian status lahan bagi sawah yang telah dikonversi menjadi area non-pertanian agar dapat difungsikan kembali sebagai sawah.

Peringatan ini bukan hadir tanpa adanya dasar, dari pengamatan Kementerian ATR/BPN, penyusutan sawah telah berdampak pada berkurangnya ruang untuk produksi pangan lokal dan sekaligus memperlemah struktur tata ruang di Bali.

BACA JUGA:Kadin Lampung dan FH Unmal Gelar Kuliah Pakar Hukum Bisnis untuk Perkuat Kompetensi Mahasiswa di Era Digital

Alih fungsi sawah ke area perumahan, pariwisata atau komersial jika terus dibiarkan maka akan memicu defisit pangan lokal, ketergantungan pasokan dari luar, serta meningkatkan risiko lingkungan terkait drainase dan manajemen tata ruang.

Dalam konteks kebijakan nasional, perlindungan lahan sawah menjadi bagian vital dari strategi ketahanan pangan. Nusron Wahid sebelumnya sudah menekankan bahwa sawah harus selamanya menjadi sawah yang artinya lahan sawah yang dilindungi tidak boleh dialih fungsi seenaknya, kecuali diganti melalui lahan baru dengan produktivitas yang setara.

Dengan kondisi Bali saat ini, di mana LP2B jauh di bawah target, banyak sawah yang hilang, dan tekanan dari pembangunan maka dengan adanya moratorium serta upaya untuk pengembalian fungsi sawah bukan hanya sekedar langkah reguler, melainkan menjadi sebuah alarm terhadap pangan di masa depan dan ruang hidup di Bali.

Kategori :