Perkebunan Sawit Dinilai Tidak Mampu Menahan Banjir, Ini Penjelasannya!

Perkebunan Sawit Dinilai Tidak Mampu Menahan Banjir, Ini Penjelasannya!

Tanaman kelapa sawit tidak memliki kemampuan ekologis yang setara dengan hutan alami dalam menahan air--

DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Ekspansi perkebunan kelapa sawit dalam dua dekade terakhir kembali memicu diskusi mengenai dampak yang terjadi terhadap lingkungan, terutama terkait meningkatnya risiko banjir di beberapa daerah.

Meski pohon sawit berukuran besar dan mampu tubuh di lahan yang luas, banyak pihak yang menegaskan bahwa tanaman kelapa sawit tidak memliki kemampuan ekologis yang setara dengan hutan alami dalam menahan air. Justru sebaliknya, karakteristik sawit justru cenderung bisa memperbesar potensi banjir ketika hujan deras melanda.

Secara ilmiah, struktur kelapa sawit menjadi salah satu faktor utama. Akar sawit yang berserabut dan tumbuh secara dangkal, tidak seperti pohon hutan tropis yang memiliki akar dalam lateral yang kuat untuk menahan tanah, akar sawit tidak mampu mengikat tanah secara optimal.

BACA JUGA:Memahami Penyebab Kanker yang Harus Diwaspadai di Umur Produktif

Kondisi tersebut yang bisa membuat lapisan tanah di bawah perkebunan sawit lebih mudah untuk tererosi ketika curah hujan sedang tinggi. Akibatnya, air mengalir lebih cepat ke permukaan dan meningkatkan volume aliran permukaan.

Selain itu, bentuk tajuk sawit tidak dapat bekerja sebagai penahan air hujan yang efektif. Hutan alami memiliki struktur kanopi yang berlapis-lapis dan mampu memperlambat laju air sebelum menyentuh tanah, memberikan waktu lebih untuk memproses infiltrasi.

Kelapa sawit tidak memiliki struktur vegetasi sekompleks itu. Daunnya tersusun dalam pola yang tidak membentuk kanopi rapat, sehingga air hujan jatuh lebih langsung ke tanah dan mempercepat peningatkan debit air di permukaan.

Proses pembukaan lahan untuk perkebunan sawit juga menjadi penyebab penting. Penggunaan alat berat saat melakukan land clearing menyebabkan tanah menjadi padat dan kehilangan pori-pori alami yang seharusnya mamp menyerap air.

Tanah yang padat akan sulit meresap air dalam jumlah yang besar, sehingga volume air yang mengalir menuju sungai meningkat drastis dalam waktu yang singkat. Pada kawasan yang luas, kondisi ini dapat memicu banjir di daerah sekitar maupun wilayah hilir.

Perkebunan sawit juga umumnya menerapkan jarak tanam yang cukup renggang, menyisakan banyak area tanah terbuka tanpa tutupan vegetasi bawah. Minimnya keberadaan semak dan tumbuhan kecil mengurangi kemampuan lahan untuk menyerap air.

BACA JUGA:Praktis tapi Berbahaya: Nasi Sisa Ternyata Bisa Picu Keracunan, Ini Penjelasannya

Bahkan banyak di lokasi, sistem drainase buatan di perkebunan mempercepat aliran air ke saluran sungai, sehingga debit air sungai akan naik lebih cepat dari kondisi normal. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa tanaman kelapa sawit tidak bisa menggantikan fungsi hutan sebagai penahan banjir alami.

Meskipun memiliki nilai ekonomi yang tinggi, tetapi sawit tidak memiliki struktur ekologis yang mampu mengatur tata air secara optimal.

Sumber: