Simbol Perlawanan untuk Keadilan HAM Melalui Aksi Kamisan

Aksi Kamisan--Instagram
DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Pada setiap Kamis sore di depan Istana Negara Jakarta, akan terlihat orang-orang yang berkumpul berdiri dengan memakai pakaian serba hitam sekaligus membawa payung hitam yang sudah menjadi pemandangan tidak asing untuk beberapa orang, terutama untuk mereka yang tinggal di Jakarta dan orang-orang yang mengikuti kasus tragedi mengenaskan yang sempat terjadi di Indonesia.
Kegiatan itu kerap dipanggil dengan sebutan "Aksi Kamisan", kegiatan aksi damai yang pada saat itu dilakukan oleh keluarga korban yang menuntut keadilan atas tragedi di masa lalu yang menimpa keluarganya.
Beberapa tahun ke sini, sudah banyak anak muda yang mulai mencari tahu dan peduli dengan masa lalu membuat Aksi Kamisan juga semakin ramai dihadiri oleh para anak muda untuk memberi kekuatan pada keluarga korban yang sampai sekarang tidak mendapatkan kejelasan apa pun.
BACA JUGA:Istana Berikan Alasan Video Prabowo Ditayangkan di Bioskop
Aksi Kamisan dimulai pada tahun 2007, ketika beberapa keluarga korban pelanggaran HAM berat, termasuk Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Wawan seorang relawan yang saat itu ingin membantu para korban, tetapi malah menjadi korban tembak dari aparat, peristiwa tersebut dikenal sebagai Tragedi Semanggi I 1998.
Lalu ada Suciwati seorang istri dari Munir seorang aktivis HAM yang meninggal diracun saat berada di pesawat pada tahun 2004, dan Bedjo Untung perwakilan dari keluarga korban dari tragedi 1965-1966.
Pada awalnya Aksi Kamisan ini dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah atas apa yang terjadi kepada anggota keluarga mereka, tetapi semakin ke sini Aksi Kamisan sudah berkembang menjadi bentuk perlawanan damai bahkan sekarang sudah banyak masyarakat yang mulai peduli.
Payung hitam yang biasa digunakan sebagai atribut selama melakukan Aksi Kamisan sebagai bentuk rasa kesedihan, kehilangan, sekaligus sebagai protes ketidakadilan yang selama ini tidak pernah ada untuk para korban di masa lalu.
Selain itu terdapat foto-foto para korban yang dibawa selama Aksi Kamisan untuk memberitahu kepada seluruh pelaku pelanggaran HAM untuk terus mengingat wajah korban yang mereka hilangkan nyawanya.
BACA JUGA:Sorotan DPR Usai Ribuan Siswa Keracunan Program MBG, Istana Bicara Evaluasi dan Sanksi
Aksi Kamisan sudah berjalan hampir 20 tahun, tetapi sayangnya pemerintah enggan untuk memberikan keadilan untuk para korban yang tewas akibat tragedi yang terjadi. Menurut penuturan Sumarsih, yaitu selaku ibu dari Wawan mengaku akan terus berdiri sampai anaknya mendapatkan keadilan.
Wawan sendiri diketahui tewas akibat tragedi Semanggi tahun 1998, menurut penuturan Sumarsih di dalam interviewnya Wawan datang ke lokasi demo bukan sebagai demonstran melainkan sebagai petugas medis.
Saat itu Wawan masih berusia 20 tahun, tetapi sayangnya nama Wawan sudah tertulis sebagai daftar mahasiswa yang harus dibunuh. Sumarsih juga mengatakan bahwa saat itu anaknya mendapat informasi dari temannya yang diberikan oleh intel. Mengingat pada saat itu di semua kampus ada intel yang disuruh untuk kuliah.
Sumarsih juga mengatakan, dia memberikan uang sebesar Rp 200.000 untuk Wawan agar bisa membeli rompi antipeluru, tetapi saat itu Wawan kehabisan stok dan hanya bisa membeli jaket kulit biasa.
Sumber: