Viral Tindakan Tidak Pantas Terhadap Anak, Apa Aturan UU Perlindungan Anak dan Bagaimana Ancaman Hukumannya?
Pendakwah yang terekam mencium anak dapat diproses bentuk pelecehan anak dengan ancaman sanksi pidana berupa penjara dan denda apabila ada laporan resmi--
DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Aksi dari seorang pendakwah yang terekam mencium anak perempuan dalam sebuah acara kini menuai banyak kritik dan kecaman dari berbagai pihak dan juga masyarakat karena dinilai telah melanggar etika dan sudah masuk ke dalam kategori pelecehan anak di bawah umur dan dapat dipidana.
Banyak dari masyarakat yang menyebut bahwa tindakan tersebut dapat diproses bentuk pelecehan anak dengan ancaman sanksi pidana berupa penjara dan denda apabila ada laporan resmi ditambah pelecehan anak di bawah umur diatur secara tegas oleh UU Perlindungan Anak.
Kasus ini juga menimbulkan diskusi terbuka tentang pentingnya menjaga batasan interaksi antara orang dewasa dan anak, serta memperkuat tempat aman untuk anak di ruang publik ataupun ranah pendidikan.
BACA JUGA:Gus Elham Minta Maaf Dua Kali Usai Video Mencium Anak-anak Viral
Kasus viral seorang tokoh agama yang kedapatan mencium seorang anak perempuan di sebuah acara publik yang berhasil menimbulkan kehebohan besar di masyarakat. Banyak pihak yang menilai bahwa tindakan yang dilakukan bukan hanya tidak pantas secara etika, tetapi juga masuk ke dalam kategori pelecehan anak di bawah umur.
Pelecehan anak di bawah umur sendiri merupakan tindak kriminal yang secara hukum sudah diatur dengan ketat dalam UU Perlindungan Anak. Meski yang bersangkutan telah meminta maaf secara terbuka di media sosial, tetapi hanya karena permintaan maaf sudah dilayangkan bukan berarti bisa menghilangkan pertanggungjawaban pidana.
Jika dilihat dari Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, setiap tindakan yang bersifat cabul atau dilakukan terhadap anak tanpa persetujuan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Dalam Pasal 76E UU tersebut dengan jelas melarang segala bentuk perbuatan cabul terhadap anak dan pelanggarnya dapat dikenai hukuman berat berupa 5 sampai 15 tahun penjara, serta denda hingga 5 miliar.
Selain UU Perlindungan Anak, kasus ini juga berpotensi dijerat oleh UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) terutama dalam kategori kekerasan seksual non-fisik yang mencakup pelecehan berbasis tindakan fisik yang tidak diinginkan.
BACA JUGA:Kasus Timothy Jadi Sorotan, Bagaimana Hukum Indonesia untuk Menjerat Pelaku Bullying?
Selain itu terdapat hukuman tambahan kepada pelaku pelecehan seksual yang diatur dalam PP No. 70 Tahun 2020 yang di mana PP ini mengatur mengenai tindakan kebiri kimia, tindakan pemasangan dan pelepasan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Selain itu, respons datang dari berbagai lembaga pemerhati anak, KPAI menegaskan bahwa dalam konteks perlindungan anak. Tidak ada pembenaran atas tindakan fisik yang melibatkan bagian tubuh sensitif, sekalipun dilakukan oleh orang yang dianggap "dekat" atau "figur dihormati".
Lalu Menteri PPPA juga mengatakan hal yang serupa dan tidak membenarkan terlepas dari statusnya atau posisi yang diemban karena menurutnya jika tindakan yang sudah melibatkan sentuhan fisik tanpa adanya persetujuan apalagi dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak, maka berpotensi menjadi bentuk pelecehan yang dapat berdampak psikologis yang serius bagi korban.
Sumber: