Film Dokumenter Deep Rising Diputar di Festival BALINALE 2025, Angkat Soal Isu Mafia Tambang Laut

Film Dokumenter Deep Rising Diputar di Festival BALINALE 2025, Angkat Soal Isu Mafia Tambang Laut

Sutradara Deep Rising, Matthieu Rytz saat menjawab pertanyaan penonton pada sesi Q&A usai pemutaran film.--Rivansky Pangau

SANUR, DISWAYBALI.ID — Film dokumenter besutan sutradara Matthieu Rytz berjudul 'Deep Rising' diputar perdana dalam rangkaian acara Festival Film BALINALE 2025, di XXI Icon Mall Sanur, Bali, Rabu 4 Juni 2025 malam.

Pada kesempatan itu, sutradara Rytz ingin menyampaikan pesan bahwa film 'Deep Rising' mengungkapkan kegelisahannya mengenai isu kerakusan mafia tambang laut yang mengeruk kekayaan sumber daya alam.

Proyek film ini dimulai Rytz sejak 2018 silam, bahkan sebelum isu tambang laut dalam masuk ke dalam radar global.

BACA JUGA:Cerita Adik Darius Sinathrya yang Tertarik Peluk Agama Islam, Berawal dari Senang Kumpul di Masjid

“Saya memulai proyek ini tanpa menyadari betapa besar isu yang saya angkat,” ucapnya kepada awak media, dikutip Kamis 5 Juni 2025.

Matthieu Rytz mengaku saat itu belum ada satu pun film dokumenter panjang yang secara serius membahas industri tambang laut dalam. Kini, setelah enam tahun berjalan, Deep Rising telah menjelma bukan hanya menjadi film, tapi juga kampanye global dengan dampak besar.

“Saya berada di posisi yang belum pernah saya alami sebelumnya sebagai pembuat film,” ujar Rytz.

BACA JUGA:Lisa Mariana Ngaku Ingin Lanjutkan Kuliah Ambil Jurusan Hukum: Saya Mau Nyaleg!

Menariknya, hampir semua footage bawah laut yang digunakan dalam film ini berasal dari industri tambang itu sendiri.

“Karena hanya mereka yang punya uang dan kapal untuk ekspedisi ke laut dalam sampai 6 kilometer,” ungkapnya.

Bagi Rytz, tantangan terbesar bukan hanya teknis produksi di medan ekstrem, tapi juga bagaimana mengemas cerita yang sarat sains dan geopolitik ke dalam bentuk yang tetap memikat secara visual.

Awalnya ia berencana menampilkan narasi seimbang. Namun, perkembangan teknologi terutama dari Tiongkok dengan kemunculan blade battery yang tidak menggunakan nikel dan kobalt membuktikan bahwa ada jalan keluar lain tanpa harus menghancurkan laut dalam.

“Sekarang kampanyenya lebih kepada membuktikan bahwa kita bisa meninggalkan laut dalam dalam kondisi utuhseperti halnya kita menjaga hutan hujan Indonesia,” katanya.

Selain itu, film ini seolah menampar kesadaran publik dengan satu pertanyaan, yakni apakah kita benar-benar tahu isi baterai kendaraan listrik yang kita pakai hari ini.

Sumber: