Sementara itu, peliputan investigasi berfungsi mengungkap tantangan nyata di lapangan, terutama terkait keterbatasan akses layanan HIV di daerah pariwisata. Beberapa temuan menunjukkan distribusi fasilitas dan ketersediaan obat antiretroviral (ARV) yang belum merata.
"Investigasi diperlukan untuk menyoroti suara komunitas dan mengungkap celah kebijakan yang perlu diperbaiki," jelas Nana.
Selain dua bentuk tersebut, media juga didorong menampilkan liputan human interest yang menggambarkan perjuangan individu hidup dengan HIV.
Kisah seperti Ayu dan Made diangkat sebagai contoh tentang kekuatan, keteguhan, dan upaya mereka menghadapi stigma sosial.
"Kisah manusiawi ini penting untuk membangun empati publik sekaligus menguatkan pesan moral bahwa ODHIV berhak atas kehidupan yang sehat dan bermartabat," tutur Nana.
Di akhir presentasi, Nana menegaskan bahwa keberhasilan mencapai Ending HIV 2030 di Bali bergantung pada sinergi antara pemerintah, media, masyarakat, dan komunitas.
"Media berperan sebagai jembatan informasi untuk mengikis stigma dan memperluas layanan. Hanya dengan kolaborasi, Bali dapat mewujudkan target bebas HIV tanpa stigma," pungkasnya.