Bali Butuh Penegakan Hukum Tegas untuk Atasi Darurat Sampah

Dr Nyoman Subanda (paling kanan) bersama para narasumber lainnya, dalam kegiatan workshop Bali Bebas Sampah, Sabtu (26/7/2025)--Rivansky Pangau/Disway.id
DENPASAR, DISWAYBALI.ID – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas), Dr Nyoman Subanda, menegaskan pengelolaan sampah di Bali tidak bisa hanya mengandalkan peran pemerintah semata.
Menurutnya, paradigma new public service mengharuskan adanya kolaborasi semua komponen masyarakat, termasuk pengusaha, desa adat, subak, dan masyarakat umum.
"Pemerintah itu bermitra, berkolaborasi, bersinergi dengan semua komponen masyarakat. Semua harus berpartisipasi," ujarnya saat diwawancarai Disway.id, di Orchid Garden Denpasar, Sabtu, 26 Juli 2025.
BACA JUGA:Kadafi Berikan Panggung Pengusaha Muda Dengan Talenta Muda KADIN
Subanda mencontohkan negara-negara maju seperti Jepang, Korea, Jerman, dan Swedia yang berhasil mengelola sampah karena regulasi yang tegas, aturan jelas, serta sanksi yang pasti.
Di Jepang, katanya, sampah yang dibuang tidak sesuai jadwal dapat dikembalikan ke rumah warga.
Ia menekankan pentingnya edukasi perilaku masyarakat sejak dini. Sosialisasi, kata Subanda, bukan sekadar tentang metode pembuangan sampah, tetapi juga pembentukan karakter.
"Karakter building itu jadi penting. Sosialisasi harus menyentuh perilaku masyarakat," katanya dalam Workshop ‘Bali Bebas Sampah’, yang digelar oleh media online kanalbali.id.
BACA JUGA:Kopdes Merah Putih, Wujudkan Kemerdekaan Sejati Melalui Pemerataan Ekonomi
Tingkat daur ulang sampah di Bali yang hanya sekitar 20 persen dinilai masih jauh tertinggal dari negara maju.
Subanda menyebut Jepang mencapai 80 persen, Jerman 60 persen, dan Swedia hanya 1 persen sampah yang masuk ke TPA.
"Kalau masih mengandalkan TPA, mustahil tercapai Bali Bebas Sampah. Kita harus tingkatkan daur ulang, bertahap ke 30–40 persen, lalu 60 persen seperti negara maju," ungkapnya.
Subanda juga mendorong penerapan sanksi tegas, termasuk melibatkan penegakan hukum adat.
"Tidak harus dibawa ke penjara, hukum adat bisa diberlakukan agar masyarakat takut untuk berperilaku tidak baik terhadap sampah," katanya.
Sumber: