DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto masih terus mendapatkan kecaman dari berbagai kalangan masyarakat dan hal itu menandakan bahwa sejarah yang terjadi pada masa orde baru tidak akan hilang dari ingatan publik.
Banyak pihak yang menilai bahwa pemberian gelar tersebut tidak hanya menyangkut penghargaan pada jasa seseorang, tetapi juga menyentuh luka sejarah bangsa yang belum benar-benar pulih dari pelanggaran hak asasi manusia dan praktik korupsi yang terjadi pada masa pemerintahan Soeharto.
Bagi sebagian masyarakat, pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto bukan hanya sekedar pemberian penghargaan melainkan pengakuan moral karena dianggap sudah membantu Indonesia dari segala lini. Hal itu membuat beberapa dari mereka bertanya-tanya, kenapa banyak yang menolak Soeharto jadi pahlawan nasional?
BACA JUGA:Masyarakat Bali Gelar Aksi Kamisan Tolak Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto
Berikut beberapa alasan utama kenapa banyak yang menolak Soeharto jadi pahlawan nasional:
1. Berjasa tetapi meninggalkan trauma sosial yang sangat besar
Banyak orang yang bisa mengatakan bahwa di awal kepemimpinannya, Soeharto berhasil membawa stabilitas, menekan inflasi, dan membangun infrastruktur. Namun bersamaan dengan itu, dia juga menciptakan sistem kekuasaan yang sangat menekan kebebasan hingga menyebabkan banyaknya kekerasan yang terjadi di bawah namanya.
2. Karena luka sejarah yang belum disembuhkan
Banyak peristiwa di masa Orde Baru yang belum terselesaikan secara adil, korban Tragedi 1965, Tragedi Tanjung Priok 1984, Tragedi Talangsari 1988, dan Tragedi 1998, semua tragedi itu belum mendapatkan kejelasan hukum apalagi kejelasan sejarah kelam yang sebenarnya terjadi pada pendidikan di bangku sekolah. Jadi dengan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto seakan-akan membuka luka yang belum sembuh.
3. Bertentangan dengan makna reformasi
Reformasi 1998 menjadi titik balik Indonesia untuk mengakhiri rezim otoriter dan membuka era demokrasi. Bagi masyarakat yang memperjuangkan kejatuhan orde baru dan mendengar bahwa Soeharto akan dijadikan pahlawan nasional membuat hal itu terasa seperti mengkhianati reformasi yang sudah diperjuangkan dan mencederai upaya penegakkan HAM dan keadilan bagi korban.
BACA JUGA:Sejumlah Akademisi di Bali Setuju Pemberian Gelar Soeharto Pahlawan Nasional
4. Proses pengusulan tidak melibatkan suara korban
Kritik lain muncul karena proses pengusulan gelar pahlawan dinilai tidak transparan dan kurang mempertimbangkan para korban serta masyarakat sipil. Padahal penerima gelar pahlawan seharusnya memiliki integritas moral dan tidak terlibat kejahatan berat.
5. Mempertanyakan kembali makna pahlawan yang sebenarnya
Bagi sebagian masyarakat, penolakan terhadap Soeharto bukan semata-mata karena kebencian, melainkan karena keinginan agar bangsa dan pejabat bisa jujur sepenuhnya terhadap sejarah Indonesia bahkan yang kelam sekalipun.
Pahlawan sendiri seharusnya bukan hanya tentang hasil yang dicapai saja. Namun juga tentang cara seseorang yang memperjuangkannya, apa dengan menindas rakyatnya sendiri hanya karena tidak sependapat bahkan tidak adanya proses hukum yang dijalani atau melindungi seluruh rakyat yang memang seperti seharusnya.
Jadi dengan pemberian gelar pahlawan nasional, tetapi memiliki rekam jejak pelanggaran HAM berat dianggap dapat menodai makna kepahlawanan itu sendiri. Sebab memberi gelar pahlawan nasional tanpa adanya keadilan untuk para korban hanya akan memperparah penderitaan korban yang tidak dirasakan oleh mereka.