Pemerintah Ajukan Modifikasi Batas Warisan Dunia TRHS demi Geothermal

Pemerintah Indonesia melalui KLHKresmi mengajukan modifikasi batas kawasan Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) --Sekincau.id
DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan resmi mengajukan modifikasi batas kawasan Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) kepada UNESCO.
Langkah ini ditempuh agar sebagian kawasan hutan warisan dunia dapat dilepas demi pengembangan energi panas bumi atau gheothermal dalam skala besar.
Di satu sisi, Indonesia berupaya mengurangi ketergantungan pada energi fosil dengan mendorong energi bersih. Namun di sisi lain, ambisi itu berbenturan degan kewajiban dalam menjaga hutan tropis Sumatra yang telah lama diakui sebagai warisan berharga.
BACA JUGA:Indonesia Kembali Suarakan Pandangan di PBB, Prabowo Bicara Urutan Ketiga
Menurut laporan, wilayah yang dimaksud adalah Suoh dan Sikancau di Lampung Barat yang berada di sekitar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Kawasan tersebut masuk ke dalam TRHS, sebuah kawasan hutan tropis Sumatra yang mendapatka pengakuan UNESCO sebagai warisan dunia sejak 2004.
Satyawan Pudyatmoko, selaku Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kemenhut menegaskan bahwa kawasan TRHS menyimpan potensi panas bumi dengan kapasitas 5 gigawatt (GW). Namun hal itu belum terealisasikan karena lokasi yang bersinggungan dengan kawasan yang dilindungi.
Selain itu, Satyawan menuturkan kalau menurut UNESCO pengembangan geothermal ini tidak boleh dilakukan di kawasan warisan dunia karena dianggap sebagai pertambangan. Sedangkan aturan di Indonesia sendiri menganggap pengembangan geothermal atau panas bumi bukan kegiatan pertambangan, tetapi hanya sebagai pemanfaatan jasa lingkungan, hal itu yang membuat belum terealisasikannya pengembangan geothermal.
Lalu Satyawan juga menyampaikan TRHS memang tidak boleh dimanfaatkan, tetapi pihak mereka menyadari ada potensi besar yang sayang untuk dilewatkan. Setyawan menambahkan, usulan itu dikeluarkan karena merasa sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai TRHS, yang di mana di Sekincau sudah tidak lagi mendukung keberadaan satwa endemik, maka dari itu Setyawan mengeluarkan usulan tersebut.
Perbedaan pemahaman anatara UNESCO dan Indonesia mengenai kegiatan geothermal ini membuat pemerintah Indonesia mendorong perubahan batas agar proyek geothermal tetap bisa berjalan tanpa melanggar peraturan internasional.
KLHK menargetkan, jika boundry modification ini telah disetujui oleh UNESCO maka proyek geothermal di Souh-Sekicau dapat mulai direalisasikan pada tahun 2027. Proses ini juga melibatkan koordinasi lintas kementerian karena status warisan dunia memiliki konsekuensi diplomatik internasional.
Namun usulan ini juga memunculkan kontroversi. Beberapa lembaga konservasi dan penelitian menganggap usulan ini akan merusak reputasi Indonesia dalam diplomasi lingkungan.
Selain itu juga berpotensi memperburuk citra Indonesia sebagai negara yang berkomitmen pada perlindungan hutan tropis. Sejauh ini UNESCO belum memberikan tanggapan apa pun mengenai usulan yang diberikan dari pihak Indonesia karena memang untuk proses peninjauan akan membutuhkan waktu yang lama.
Sumber: