Menkes Budi Gunadi Sebut 27 Ribu Rumah Sakit yang Terintegrasi BPJS Kesehatan Akan Terapkan KRIS Desember 2025

Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa sebanyak 27 ribu rumah sakit atau 88 persen yang terintegrasi BPJS Kesehatan akan menerapkan KRIS (Kelas Rawat Inap Standar) per Desember 2025 mendatang.--
DENPASAR, DISWAYBALI.ID - Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa sebanyak 27 ribu rumah sakit atau 88 persen yang terintegrasi BPJS Kesehatan akan menerapkan KRIS (Kelas Rawat Inap Standar) per Desember 202 mendatang.
Pernyataan tersebut diungkap oleh Budi Gunadi Sadikin dalam rapat paripurna Bersama Komisi IX DPR RI.
"Harusnya 2025 itu bisa selesai hampir 90 persen atau 88 persen harusnya bisa selesai. Ada sekitar 300-an rumah sakit yang memang belum memenuhi kriteria KRIS," ujar Menkes Budi, dikutip Selasa 27 Mei 2025.
"Tapi 90 persen dari 2.500an rumah sakit (yang kerja sama dengan BPJS) di akhir tahun ini harusnya sudah bisa memenuhi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Menkes Budi Gunadi menjabarkan bahwa beberapa rumah sakit belum memenuhi standar seperti tempat tidur harus ada colokan listrik, dua stop kontak, dan bel untuk memanggil perawat.
“Jadi satu tempat tidur itu harus ada colokan listrik, dua stop kontak, sama bel buat memanggil nurse. Ini yang paling banyak tidak lengkap di rumah sakit ada sekitar 16% yang belum lengkap,” katanya.
Menurut Menkes Budi, penerapan KRIS bertujuan menciptakan standar pelayanan yang setara bagi seluruh peserta BPJS, tanpa membedakan kelas 1, 2, atau 3 seperti yang berlaku selama ini.
BACA JUGA:Kabar Bahagia! Warga Bali Bisa Lakukan Terapi Stem Cell, Berikut Daftar Rumah Sakitnya
"Kita ingin memastikan seluruh peserta JKN mendapatkan pelayanan yang setara, bermartabat, dan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan," ujarnya.
Menkes Budi menjelaskan bahwa KRIS akan diberlakukan secara bertahap hingga implementasi penuh pada tahun 2025.
Penerapan standar ini mencakup sejumlah kriteria seperti kepadatan ruangan, ventilasi, pencahayaan, ketersediaan tempat tidur, hingga fasilitas sanitasi yang layak.
“KRIS bukan sekadar perubahan nama, tapi transformasi sistem layanan yang lebih berkeadilan. Dengan KRIS, tidak ada lagi diskriminasi berdasarkan kemampuan membayar iuran,” pungkasnya.
Sumber: